Jumat, 09 September 2011

KEPERAWATAN JIWA


BAB I
PENDAHULUAN

Nasib orang gila dalam keseharian
Dalam kehidupan sehari-hari kisah-kisah lain tentang orang-orang gila, orang yang mengalami masalah kejiwaan atau kelainan mental seperti penderita psikosis, schizophrenia, stress, depresi, dan sebagainya seringkali mengalami nasib yang jauh mengenaskan. Gejala-gejala seperti ini dipandang sebagai penyakit yang secara medis perlu disembuhkan. Masih beruntung bagi seorang Nash. Orang-orang yang selama ini dibilang gila dan tidak waras oleh masyarakat berkeliaran di pinggiran jalan dan menjadi obyek cemoohan. Mereka berada dalam kondisi yang benar-benar menyedihkan.
Orang-orang gila ini seringkali dikonsepsikan sebagai mereka yang menyimpang dari mayoritas masyarakat. Mereka dianggap defiant dalam kategori abnormal. Terhadap mereka, masyarakat menghardiknya sementara pemerintah pun menyingkirkannya, setidaknya mengasingkannya secara tidak manusiawi. Di Jakarta dan di kota-kota metropolitan pada umumnya, mereka dianggap sebagai sampah yang mengganggu keindahan, kenyamanan, dan ketertiban kota. Tidak jarang kita jumpai aparat Trantib pemerintah daerah setempat menggaruk mereka tanpa rasa prikemanusiaan sedikitpun.
Perlakuan buruk masyarakat dan aparat pemerintah terhadap orang-orang yang disebut gila ini ternyata juga tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh kalangan akademis dan orang-orang terpelajar yang menempuh studi bidang kedokteran. Atas nama penelitian ilmiah, kegilaan dipahami dan diajarkan sebagai penyakit yang harus disembuhkan secara medis. Mereka, para ahli psikiatri, sibuk menciptakan kategori-kategori dan definisi-definisi kegilaan berikut cara-cara penanganannya. Melalui definisi dan kategori itu lantas mereka merasa berhak menentukan mana orang gila dan mana yang waras, siapa yang sehat dan siapa yang sakit, serta apa yang normal dan apa yang abnormal. Pada gilirannya lalu mereka mengintrodusir mekanisme-mekanisme tertentu dan berbeda tentang bagaimana seharusnya memperlakukan mereka.
Perlakuan terhadap orang gila yang semena-mena ini biasanya ditentukan oleh persepsi dan konsepsi masyarakat atau pemerintah terhadap kegilaan. Oleh karena itu sebuah konsepsi yang keliru tentang kegilaan pasti akan membuahkan penanganan yang keliru pula. Dan pada gilirannya cara penanganan yang salah ini akan menyebabkan orang yang mengalami kegilaan sendiri malah bertambah menderita, bukannya dipulihkan.
Nah, dalam paparan ini kami ingin menunjukkan bahwa dalam sejarahnya konsep kegilaan telah dipahami secara berbeda-beda oleh masyarakat. Setiap masa dan periode memiliki konsep tersendiri mengenai kegilaan dan bagaimana ia harus ditangani, serta bagaimana dampak penanganan itu bagi penderita sendiri. Paparan ini sekaligus memperlihatkan bahwa konsep kegilaan sebagai penyakit yang harus disembuhkan secara medis adalah fenomena baru dalam dunia modern sekarang ini.
Demikian juga kategori-kategori abnormalitas dan menyimpang merupakan konstruksi sosial yang telah menjadi mitos. Sebuah mitos rasionalitas yang dibangun oleh aparat-aparat kemajuan, rezim pengetahuan, dan modernisme. Dalam hal ini tidak bisa tidak kita berhutang jasa pada Michel Foucault yang berhasil menggali bukti sejarah melalui serangkaian penelitiannya tentang sejarah kegilaan di Eropa.


TINJAUAN TEORITIS

Menurut petunjuk teknis standar asuhan keperawatan jiwa direktorat kesehatan jiwa (1994:117) gangguan hubungan sosial merupakan gangguan kepribadian yang tidak fleksibel. Pola tingkah lakunya maladaptik, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosialnya. Hal ini disebabkan oleh cara pemecahan masalah yang diselesaikannya kepada orang lain atau lingkungan sosialnya.









BAB II
PEMBAHASAN

A.                Pengertian Manusia

Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk manusia), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.

Penggolongan manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita.

Penggolongan lainnya adalah berdasarkan usia, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, akil balik, pemuda/i, dewasa, dan (orang) tua.

Selain itu masih banyak penggolongan-penggolongan yang lainnya, berdasarkan ciri-ciri fisik (warna kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi sosio-politik-agama (penganut agama/kepercayaan XYZ, warga negara XYZ, anggota partai XYZ), hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh, keluarga tiri, keluarga angkat, keluarga asuh; teman; musuh) dan lain sebagainya.



B.                 Gangguan Hubungan Sosial
Pengertian:
Keadaan dimana seorang individu berpartisipasi dalam kuantitas yang berlebihan atau tidak cukup atau ketidakefektifan kualitas pertukaran sosial (Townsend,1998)

Continuum of Social Responses
Adaptif Responses                              Maladaptive Response
Solitude                       Loneliness          Manipulation
Autonomy                   With drawal       Impulsivity
Interdependence         Dependence       Narcissim
  (Stuart dan Sundeen(1995:518)
Rentang respon Sosial
R. Adaptif                                                                     R. Maladaptif
 



Sosial                                 Kesepian                           Manipulasi
Otonomi                            Menarik diri                      Impulsif
Kebersamaan/                   Ketergantungan                 Narkisisme
Saling ketergantungan
Gambar 1. Rentang respon social

a)      Perilaku Yang Berhubungan Dengan Responden Sosial Maladaptif
Perilaku
Karakteristik
Manipulasi
Orang lain diperlakukan seperti obyek
Hubungan terpusat pada masalah pengendalian
Individu, berorientasi pada diri sediri atau pada tujuan, bukan berorintasi pada orang lain.
Inplusif
Tak mampu  merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, penilaian yang buruk dan tidak dapat diandalkan
Narkisisme
Harga diri yang rapuh,
Terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan, pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung.
1.            Respon adaptif meliputi:
a.       Solitude, ada kalanya setiap orang perlu kesunyian dalam merenungi segala  sesuatu yang telah dilakukannya selama ini, untuk mengetahui kesalahan-kesalahan apa yang telah dilakukannya sehingga ia pun akan berusaha untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam menghadapi kehidupan ini.
b.      Autonomy, setiap orang berhak untuk menentukan dan menyampaikan  ide, fikiran perasaan yang ada dalam hatinya.
c.       Mutuality, adanya kemampuan untuk saling bekerja sama saling memberi  dan menerima, antara individu dengan individu lainnya.
d.      Interdependence, adanya saling ketergantungan antara individu yang satu  dengan     individu yang lainnya dalam memenuhi kebutuhan.

2.            Awal rentang respon maladaptif:
a.       seseorang yang secara terus menerus mencari  kesalahan orang lain.
b.      Narcissism, Loneliness, suatu kepercayaan atas pengalaman menyakitkan yang  disembunyikan, disamarkan, dipertahankan ataupun diekspresikan dengan cara lain, atau dapat juga didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu bila sendiri.
c.       With drawal, suatu usaha seseorang untuk menghindari interaksi dengan orang lain. Seseorang merasa bahwa ia telah dirampas hubungan intimnya dengan orang lain sehingga ia tidak mempunyai kesempatan untuk bertukar pikiran, serta menumpahkan perasaannya maupun masalahnya.
d.      Dependence, seseorang mengalami kegagalan dalam mengembangkan rasa percaya diri sehingga tidak percaya akan  kemampuan yang ada pada  dirinya membuatnya tidak mampu mencapai keinginannya secara sukses dan akhirnya ketergantungan kepada orang lain.

3.            Respon maladaptive:
a.       Manipulation, seseorang menggunakan orang lain sebagai alat dalam mencapai keinginannya.
b.      Impulsivity, suatu sikap dari
c.       Narcissim, tidak mampu melakukan sesuatu bila seendiri


b)     Tanda dan Gejala
  1. Apatis (acuh terhadap lingkungan).
  2. Ekspresi wajah kurang berseri.
  3. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
  4. Menurun atau tidak ada komunikasi secara verbal dan nonverbal.
  5. Mengisolasi diri (diam ditempat tidur dalam waktu yang lama).
  6. Tidak atau kurang sadar dengan lingkungan sekitarnya.
  7. Gangguan pola makan dan tidak ada nafsu makanan atau makan berlebihan.
  8. Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
  9. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
  10. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
  11. Kurang energi.
  12. Aktivitas menurun.
  13. Tidur berlebihan.
  14. Retensi urine dan feses.

c)      Faktor–faktor Pencetus Gangguan Hubungan Sosial.
1.      Faktor perkembangan
ü  Gangguan dalam pencapaian tingkat perkembangan
ü  Sistem keluarga yang terganggu
ü  Norma keluarga kurang mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain diluar keluarga.
2.      Faktor biologik
ü  Genetik, neurotransmiter        (masih perlu penelitian lebih lanjut)
3.      Faktor sosio cultural
ü  Isolasi akibat dari norma yang tidak mendukng
ü  Harapan yang tidak realistic terhadap hubungan

d)     Stressor Pencetus
Stressor sosio cultural
ü   Menurunya satabilitas unit keluarga
ü   Berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya
ü   Stresor psikologik
ü   Ansietas berat yang berkepenjangan dengan keterbatasan untuk mengatasi.

e)      Sumber Koping
ü  Keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan teman.
ü  Hubungan dengan hewan peliharaan
ü  Gunakan kreatifitas utuk mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik, tulisan.

f)       Mekanisme Koping
1.      Koping  yang berhubungan dengan gangguan kepribadian anti social
ü   Poyeksi
ü   Pemisahan
ü   Merendahkan orang lain
2.      Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian “border line”
ü   Pemisahan
ü   Reaksi formasi
ü   Proyeksi
ü   Isolasi
ü   Idealisasi orang lain
ü   Merendahkan orang lain

C.                Perilaku menarik diri
Adalah usaha menghidari  interaksi dengan orang lain dimana individu merasa bahwa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan membagi rasa, fikiran, prestasi / kegagalan, ia mempunai kesulitan berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain.

Karakteristik Perilaku Menarik Diri :
·              Gangguan pola makan : tidak ada nafsu makan / minum berlebihan
·              Berat badan menurun /meningkat dratis
·              Kemunduran kesehatan fisik
·              Tidur berlebihan
·              Tingal ditempat tidur dalam waktu yang lama
·              Banyak tidur siang
·              Kurang bergairah
·              Tak mempedulikan lingkungan
·              Aktivitas menurun
·              Mondar – mandir / sikap mematung, melakukan gerakan secra berulang (jalan mondar mandir)
·              Menurunnya kegiatan seksual

D.                Proses Terjadinya Gangguan
Dalam teori kepribadian (tahun 1991:hal 32) dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga unsure yaitu id, ego dan super ego. Ketiga sistem tersebut memiliki fungsi: kelengkapan, prinsip-prinsip operasi, dinamisme dan mekanisme masing-masing, ketigan sistem ini saling berkaitan serta membentuk totalitas. Tingkah laku manusia merupakan produk interaksi antara id, ego dan super ego.
Kepribadian terus menerus mengalami perkembangan mulai dari lahir hingga akhir hayatnya. Menurut Sigmund Freud, dalam perkembangan kepribadian manusia tersebut ada beberapa tugas perkembangan yang harus dilaksanakan.
Kegagalan atau tidak terselesaikan tahap perkembangan kepribadian dapat berdampak terhadap kepribadian seseorang dimasa yang akan datang. Salah satu diantaranya adalah kegagalan dalam fase oral. Fase ini berlangsung mulai lahir, sampai tahun pertama. Pada waktu seseorang lahir, ia telah memiliki id. Id merupakan dunia batin yang berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir, berupa dorongan naluri yang selalu berhubungan dengan jasmani, mementingkan diri sendiri dan merupakan bagian dari alam tak sadar. Karena itu id bekerja sesuai dengan prinsip keterangan tanpa memedulikan kenyataan.
Seorang bayi pada waktu lahir telah memiliki id. Ia tidak mempunyai kemampuan untuk menghambat, mengawasi atau memodifikasi dorongan nalurinya. Karena itu fase oral ini ia akan sangat tergantung pada ego orang lain didalam lingkungannya. Dalam fase oral ini terbagi atas dua fase kenikmatan dan fase sadisme. Mula-mula seorang bayi hanya menerima apapun yang dimasukkan ke dalam mulutnya, kemudian ia akan menghisapnya. Inilah yang dinamakan fase kenikmatan. Pada saat itulah mulai tumbuh rasa percaya pada ibunya yang telah memberi makanan dan kasih saying. Ibu merupakan orang pertama yang dikenalinya pada fase sadisme, seseorang bukan hanya menghisap saja akan tetapi ia mulai menggigit, mengunyah, dan akhirnya menelannya. Makanan yang disukai akan ditelannya, sedangkan makanan yang tidak disukai akan ditolak dan dimuntahkan.
Pada usia 4-5 bulan dalam fase oral ini mulai akan terjadi pembentukan ego. Ego bertugas sebagai pengendali untuk mejaga keseimbangan antara id dan super ego. Apabila ia lebih dominant dalam diri seseorang maka ia akan lebih berfokus pada dirinya sehingga ia akan bersikap ingin menang sendiri. Sebaliknya apabila superego lebih dominant dalam dirinya maka ia akan bersikap kaku dan terpaku pada norma-norma yang ada di masyarakat, sehingga dengan tidak adanya keseimbangan antara id dan super ego dapat menimbulkan gangguan dikemudian harinya.
Rasa percaya sejak bayi dilahirkan dan berinteraksi dengan lingkungan, ibu merupakan orang pertama dan utama yang akan membentuk kata percaya. Apabila bayi memperoleh kepuasan sesuai dengan kebutuhannya dari ibu ataupun dari lingkungannya maka ia akan percaya bahwa lingkungannya dapat memenuhi kebutuhan dan terbentuklah rasa percaya terhadap orang lain. Dan apabila hal ini tidak terpenuhi dan berlangsung terus menerus dalam tempo yang lama maka bayi tadak dapat menyelesaikan pertumbuhan dan perkembangan dengan baik sehingga akan terbentu rasa tidak percaya kepada dirinya maupun lingkungannya yang akibatnya individu akan membatasi hubungan dengan lingkungannya. Reaksi ini timbul berbeda-beda pad tiap individu, ada yang sampai menetap, perilaku menarik diri merupaka proses terjadinya skizofrenia.
         Pasien mula-mula rendah diri merasa tidak berharga dan tidak berguna sehingga merasa tidak aman dalam membina hubungan dengan orang lain. Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha untuk melindungi diri, pasien menjadi pasif dan kepribadian menjadi kaku. Semakin individu menjauhi kenyataan, semakin banyak kesulitan yang timbul dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain.

E.                 Dampak Pada Kebutuhan Manusia
1.      Kebutuhan fisiologis dan biologis
o      Nutrisi : menolak makan atau sebaliknya, makan secara berlebihan
o      Istirahat dan tidur : melamun dan timbul kecemasan dan gelisah menyebabkan gangguan tidur.
o      Eliminasi: kurangnya aktivitas menurunkan metabolisme tubuh dan peristaltik usus sehingga menyebabkan kontipasi.
o      Aktivitas sehari-hari: keinginan hidup produktif berkurang sehingga pemenuhan kebutuhan aktivitas terganggu
o      Seksual: sulit mengekpresikan keinginan membina hubungan lawan jenis.
2.      Kebutuhan rasa aman.
Karena kurangnya mengembangkan kehangatan emosional dalam membina hubungan yang positif cenderung tidak mempunyai rasa percaya diri, mengembangkan kepercayaan dalam berhubungan dengan orang lain  akhirnya menimbulkan kecemasan dan dampak yang ditimbulkan adalah gangguan rasa aman.
3.      Kebutuhan mencintai dan memiliki
Karena hilangnya hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan berbagi rasa, pikiran prestasi sehingga menyulitkan terjadinya hubungan interpersonal termasuk hubungan untuk mencintai dan dicintai.
4.      Kebutuhan akan harga diri
Cenderung merasa rendah diri, merasa tidak berharga lagi dan tidak  berguna dampaknya adalah gangguan kebutuhan akan harga diri.
5.      Kebutuhan aktualisasi diri
Biasanya gagal dalam mengaktualisasi diri karena pada klien dengan  gangguan berhubungan, minatnya berkurang tidak berambisi, emosinya  dangkal.

F.                 Hubungan Interpersonal
Dibawah ini ada beberapa pengertian menurut tokoh tokoh antara lain :
Stuart and Sudden ( 1998 )
Hubungan interpersonal yang sehat terjadi jika individu yang terlibat saling
Merasakan kedekatan, sementara identitas pribadi masih tetap   dipertahankan.

( Rogers )
Karakteristik hubungan yang sehat : terbuka, menerima orang lain sebagai orang yang mempunyai nilai sendiri dan adanya rasa empati.

Hubungan interpersonal adalah sebuah asosiasi antara dua atau lebih orang yang bisa berkisar dari sekilas untuk bertahan.
  1. Tugas Perkembangan Brhubungan Dengan Pertumbuhan Interpersonal
Tahap perkembangan
Tugas
Masa bayi
Menetapkan landasan percaya
Masa bermain
Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri
Masa pra sekolah
Belajar menunjukkan  inisiatif dan rasa tanggung jawab dan hati nurani
Masa sekolah
Belajar berkompetisi, bekerja sama dan berkompromi
Masa pra remaja
Menjadi intim dengan teman sejenis kelamin
Masa remaja
Menjadi intim dengan lawan jenis kelamin dan tidak tergantung pada orsng tua
Masa dewasa muda
Menjadi saling tergantung dengan orang tua, teman, menikah dan mempunyai anak
Masa tengah baya
Belajar menerima
Masa dewasa
Berduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan keterikatan dengan budaya.

Deskripsi
Komunikasi yang efektif diatandai dengan hubungan interpersonal yang baik.
Ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi kita juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita berkomunikasi kita tidak hanya menentukan content melainkan juga menentukan relationship.
Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya; makin cermat persepsinya tentant orang lain dan persepsi dirinya;sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.

  1. Jenis Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal dapat diklasifikasikan berdasarkan faktor-faktor berikut:
1.            Berdasarkan jumlah individu yang terlibat:
Hubungan diad, Merupakan hubungan atara dua individu. Kebanyakan hubungan kita dengan orang lain bersifat dia. William Wilmot mengemukakan beberapa ciri khas hubungan diad:
a.             Setiap hubungan diad memiliki tujuan khusus
b.            Individu dalam hubungan diad menampilkan wajah yang berbeda dengan ‘wajah’ yang ditampilkannya dalam hubungan diad yang lain.
c.             Pada hubungan diad berkembang pola komunikasi (termasuk pola berbahasa) yang unik/khas yang akan membedakan hubungan tersebut dengan hubungan diad yang lain.
Hubungan Triad, Merupakan hubungan antara tiga orang. Dibandingkan hubungan diad, hubungan triad:
a.             Lebih kompleks
b.            Tingkat keintiman/kedekatan anatarindividu lebih rendah, dan
c.             Keputusan yang diambil lebih didasarkan voting atau suara terbanyak (dalam hubungan diad, keputusan diambil melalui negosiasi).
2.            Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai:
a.       Hubungan Tugas, Merupakan sebuah hubungan yang terbentuk karena tujuan menyelesaikan sesuatu yang tidak dapat dikerjakan oleh individu sendirian. Misalnya hubungan antara pasien dengan dokter, hubungan mahasiswa dalam kelompok untuk mengerjakan tugas, dan lain-lain.
b.      Hubungan Sosial, Hubungan yang tidak terbentuk dengan tujuan untuk menyelesaikan sesuatu. Hubungan ini terbentuk baik secara personal dan sosial (social relationship). Sebagai contoh adalah hubungan dua sahabat dekat, hubungan dua orang kenalan saat makan siang dan sebagianya.
3.            Berdasarkan Jangka waktu:
a.       Hubungan jangka pendek, Merupakan hubungan yang sementara sifatnya, hanya berlangsung sebentar. Misalnya hubungan antara dua orang yang saling menyapa ketika bertemu di jalan.
b.      Hubungan Jangka Panjang, Hubungan ini berlangsung dalam waktu yang lama. Semakin lama suatu hubungan semakin banyak investasi yang ditanam didalamnya (misalnya berupa emosi atau perasaaan, materi, waktu, komitmen dan sebagainya) Dan karena investasi yang ditanam itu banyak maka semakin besar usaha kita untuk mempertahankannya.
4.            Berdasarkan tingkat kedalaman atau keintiman;
a.       Hubungan Biasa, Meruapakan hubungan yang sama sekali tidak dalam atau intim. Pola-pola komunikasi yang berkembang sifatnya impersonal atau ritual.
b.      Hubungan akrab/intim,Bersifat personal dan terbebas dari hal-hal yang ritual. Hubungan ini ditandai dengan penyingkapan diri (self-disclosure). Makin intim suatu hubungan, makin besar kemungkinan terjadinya penyingkapan diri tentang hal-hal yang sifatnya pribadi.
Hubungan intim terkait dengan jangka waktu: keintiman akan tumbuh pada jangka panjang. Karena itu hubungan intim akan cenderung dipertahankan karena investasi yang ditanamkan individu di dalamnya dalam jangka waktu yang lama telah banyak.

  1. Perkembangan Hubungan Interpersonal
Apapun bentuk hubungan yang terjadi, dinamika sebuah hubungan interpersonal akan tumbuh, berkembang dan berakhir. Menurut Ruben, tahap-tahap hubungan interpersonal akan meliputi;
  1. Inisiasi, merupakan tahap paling awal dari suatu hubungan interpersonal. Pada tahap ini individu memperoleh data mengenai masing-masing melalui petunjuk nonverbal seperti senyuman, jabatan tangan, pandangan sekilas, dan gerakan tubuh tertentu.
  2. Eksplorasi. Tahap ini merupakan pengembangan dari tahap inisiasi dan terjdai tidak lama sesudah inisiasi. Disini mulai dijajaki potensi yang ada dari setiap individu serta dipelajari kemungkinan-kemungkinan yang ada dari suatu hubungan.
  3. Intensifikasi. Pada tahap ini, individu harus memutuskan baik secara verbal maupun nonverbal--apakah hubungan akan dilanjutkan atau tidak.
  4. Formalisasi. Dalam perkembangannnya hubungan yang telah berjalan itu perlu diformalkan. Pada tahap ini tiap-tiap individu secara bersama mengembangkan simbol-simbol, pola-pola komunikasi yang disukai, kebiasaan dan lain sebagainnya. Contoh hubungan dua orang berpacaran diformalkan dengan tukar cincin. Hubungan jual beli diformalkan dengan penandatanganan akta jual beli dan sebagainya.
  5. Redefinisi. Sejalan dengan waktu individu tidak dapat menghindarkan diri dri perubahan. Perubahan ini mampu menciptakan tekanan terhadap hubungan yang tengah berlangsung. Konsekuensinya adalah individu perlu mendefinisikan kembali hubungan yang sedang dijalankan.
  6. Deteriorasi. Kemunduran atau melemahnya suatu hubungan kadang tidak disadari oleh mereka yang terlibat dalam hubungan tersebut. Jika kemunduran yang terjadi itu tidak segera diantisipasi maka bukan tidak mungkin hubungan yang terbentuk itu akan mengalami kehancuran.
Satu hal yang perlu diingat adalah tidak semua hubungan yang terbentuk harus melewati keenam tahapan diatas. Atau bisa saja satu hubungan melewati keenamnya sementara hubungan yang lain hanya melewati tiga dari enam tahapan tersebut.

Mark Knapp, mengemukakan pendapatnya tentang tahapan perkembangan sebuah hubungan interpersonal:
  1. Inisiasi : tahap awal yang dicirikan dengan sedikit pembicaraan
    Eksperimen : suatu tahap dimana para individumulai mencari informasi lebih banyak tentang individu lain.
  2. Intensifikasi : sama dengan yang dikemukakan Ruben
  3. Integrasi : tahap yang menumbuhkan perasaan bersama; individu merasa sebagai satu kesatuan, bukan lagi individu yang berbeda
  4. Pertalian atau ikatan : suatu tahap dimana individu secara formal meneguhkan hubungan mereka.

Sementara itu Jalaluddin Rakhmat, meringkas perkembangan hubungan interpersonal itu menjadi tiga tahap saja:
  1. Pembentukan hubungan.
Tahap ini sering disebut sebagai tahap perkenalan (acquintance process). Fokus pada tahap ini adalah proses penyampaian dan penerimaan informasi dalam pembentukan hubungan. Informasi yang diperoleh tidak selalu melalui komunikasi verbal melainkan juga melalui komunikasi nonverbal.
  1. Peneguhan hubungan
Hubungan interpersonal tidak bersifat statis tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting untuk memelihara keseimbangan, yaitu keakraban, kontrol,respons yang tepat dan nada emosional yang tepat.
  1. Pemutusan hubungan
Suatu hubungan interpersonal yang paling harmonis sekalipun dapat mengalami pemutusan hubungan, mungkin karena kematian, mungkin karena konflik yang tidak terselesaikan dan sebagainya.


  1. Pola-pola Relasional
Ketika suatu hubungan terbentuk, berkembang pula pola-pola komunikasi yang merupakan hasil dari aturan yang diterapkan para partisipan. Ruben menyebutkan ada empat pola relasional:
  1. Suportif dan Defensif Sikap suportif merupakan sikap yang mendukung komunikasi interpersonal; sebaliknya dengan sikap defensif.
  2. Tergantung (dependen) dan tidak tergantung (independen) Hubungan yang beriklim dependen dicirikan jika salah satu individu sangat tergantung pada individu lainnya, misalnya karena dukungan, uang, pekerjaan, kepemimpinan, petunjuk dan sebagianya. Sebaliknya dalam hubungan yang independen, seorang individu secara bebas dapat menyatakan ketidaksepakatan, ketidaksetujuan dan penolakan pada individu lainnya.
  3. Progresif dan Regresif. Hubungan yang progresif adalah hubungan yang ditandai dan menimbulkan kepuasan serta harmoni. Sebaliknya dengan regresif: hubungan tetap berkembang, namun mengarah atau menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakharmonisan.
  4. Self-fulfilling dan self-defeating prophecies Pola hubungan yang dipengaruhi oleh harapan dari pihak-pihak yang terlibat. Jika harapan kita terpenuhi dalam hubungan tersebut maka kita akan bersikap positif terhadap hubungan tersebut, sebaliknya jika harapan kita tidak teropenuhi maka kita akan bersikap negatif terhadap hubungan tersebut.

  1. Faktor-Faktor yang mempengaruhi pola hubungan interpersonal
Ø  Ruben mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola-pola komunikasi interpersonal sebagai berikut:
1.      Tingkat hubungan dan konteks, Pola yang berkembang akan berbeda pada tingkat komunikasi yang biasa dengan yang intim. Begitu juga konteks akan menentukan pola komunikasi yang tercipta misal di mall yang ramai atau di taman yang sepi.
2.      Kebutuhan interpersonal dan gaya komunikasi
3.      Kekuasaan
4.      Konflik

Ø  Sementara itu Jalaluddin Rakhmat menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola komunikasi dalam hubungan interpersonal:
1.      Percaya (trust). Percaya menentukan efektivitas komunikasi dan dapat meningkatkan kadar komunikasi interpersonal yang terbentuk.
2.      Sikap suportif
3.      Sikap terbuka

G.                Asuhan keperawatan
1.                  Pengkajian
a.                               Pengumpulan data klien
Meliputi nama klien, usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status marital, no.medrec, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, ruangan alamat klien. Data penanggung jawab meliputi nama, usia, agama, pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien.
b.      Faktor presipitasi
Meliputi stressor social budaya, hormonal, infeksi virus, interaksi dengan stressor lingkungan social, stressor psikologik.
c.                               Faktor predisposisi
Gangguan jiwa sebelumnya, sakit fisik, anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pengalaman masa lalu klien yang tidak menyenangkan, riwayat gangguan tumbuh kembang, gangguan komunikasi dalam keluarga.
d.                              Pemeriksaan fisik
ü   Pemeriksaan system, meliputi system integument, kardiovaskuler, system gastrointestinal, system urogenital, system musculoskeletal.
ü   Istirahat dan tidur, meliputi kapan mulai tidur dan terbangun, jumlah jam  tidur, hal yang mengganggu tidur dan upaya mengatasinya.
e.       Status mental
ü   Penampilan, meliputi cara berpakaian, cara berbicara, aktivitas motorik, interaksi klien selama wawancara.
ü   Status emosi, alam perasaan klien biasanya pasien sedih, apatis, cemas, menyalahkan diri sendiri, afek tumpul.
ü   Halusinasi, disebabkan karena keterbatasan dan kegagalan dalam berkomunikasi yang menyebabkan tidak adanya rangkaian cara berfikir, sehingga menimbulkan proses berfikir.
ü   Proses pikir, cenderung mengalami gangguan proses fikir. Waham curiga, tidak percaya pada orang lain.
ü   Sensori dan kognisi, klien tidak mengalami gangguan orientasi, memori, biasanya konsentrasi klien mudah teralih dan klien menggunakan koping yang tidak konstruktif.
ü   Psiko sosial spiritual ;
a.       Konsep diri: klien mempunyai harga diri rendah, selalu mencari kelemahan sendiri, menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berguna.
b.      Social: klien mengalami kegagalan dalam melakukan hubungan dengan orang lain.
c.       Spiritual: klien kehilangan harapan, keyakinan akan kehidupan yang  tidak baik, pesimis dengan kehidupan yang akan datang, klien merasa putus asa karena harapan tidak terkabulkan, akhirnya klien kurang minat dalam menjalankan ibadat sehari-hari.

2.                  Analisa data
Meliputi kegiatan mengelompokan data, mencari kemungkinan penyebab dan dampaknya serta menentukan masalah klien atau penyimpangan yang merupakan suatu kesimpulan.

3.                  Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan hubungan sosial adalah sebagai berikut:
  1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan harga diri rendah
  2. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan ketidaktahuan klien dalam pemecahan masalah
  3. Potensial kambuh kembali penyakitnya berhubungan dengan kurangnya  pengetahuan
  4. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kurangnya minat dan motivasi terhadap perawatan diri
  5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurangnya minat.
  6. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan penilaian yang salah mengenai dirinya.

4.                  Perencanaan keperawatan
Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan harga diri rendah
1        Tujuan jangka panjang. Pasien mampu mendemonstrasikan untuk berinteraksi dengan petugas dan pasien yang lain dibangsal tanpa merasa tidak nyaman.
2        Tujuan jangka pendek. Terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dengan klien. Klien mengetahui dan mengerti tentang interaksi social. Klien mampu terlibat aktif dalam kegiatan kelompok.
3        Kriteria evaluasi. Dalam satu minggu:
o        Klien mau berkenalan dengan perawat.
o        Klien mau tersenyum dengan perawat.
o        Klien mau menyapa dan disapa.
o        Klien dapat menyebutkan pengertian interaksi social, manfaat,  cara dan akibatnya bila tidak melakukan interaksi social.
o        Klien mau terlibat dalam kegiatan kelompok

5.                  Intervensi and rasional
a)            Lakukan pendekatan dan bina rasa percaya klien terhadap perawat:
R: Dengan melakukan pendekatan secara terapetik akan menumbuhkan dan membina rasa saling percaya sehingga klien   mau mengungkapkan perasaannya pada perawat.
b)           Beri penjelasan pada klien mengenai interaksi social, mulai dari pengertian, manfat, cara-cara melakukan interaksi, unsur-unsur penting dalam berinteraksi serta akibat yang ditimbulkan:
R: Dengan memberikan kejelasan mengenai interaksi social maka pengetahuan klien akan meningkat.
c)            Ajak klien dalam melakukan aktifitas yangü berhubungan dengan  klien lain.
R: Dengan mengajak klien melakukan aktivitas maka klien akan merasa diperhatikan dan diberi kepercayaan sehingga klien mau bergaul dengan orang lain.

d)           Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan ketidaktahuan klien dalam pemecahan masalah ;

1.      Tujuan jangka panjang.
ü  Klien mampu menggunakan koping yang efektif.
2.      Tujuan jangka pendek.
ü  Terbinanya hubungan saling percaya.
ü  Klien mengetahui dan mengerti koping individu yang efektif dan destruktif.
ü  Klien mampu menggunakan koping baru yang efektif dalam mengatasi masalah.
3.      Kriteria evaluasi. Dalam satu minggu:
ü  Klien mau mengenal perawat.
ü  Klien mau disapa dan menyapa.
ü  Klien dapat memilih dan menggunakan koping yang efektif.
4.      Intervensi dan rasional
a)      Lakukan pendekatan dengan klien dan bina rasa percaya antara klien dengan perawat.
                        R: Menumbuhkan dan membian rasa percaya klien pada perawat.
b)      Beri penjelasan pada klien mengenai koping yang efektif dan tidak  efektif dalam mengatasi permasalahan serta akibat-akibat penggunaan koping yang tidak efektif.
      R: Pengetahuan klien akan meningkat.
c)      Bantu klien dalam mengenal dan mencari alternative penggunaan koping baru yang efektif dalam menyelesaikan masalah.
      R: Klien menjadi tahu koping baru yang efektif.
d)     Beri dukungan yang positif terhadap klien.
      R: Untuk meningkatkan rasa percaya diri sehingga klien mau menggunakan koping yang efektif.

e)            Potensial kambuh kembali penyakitnya berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
    1. Tujuan jangka panjang.
ü  Penyaki klien tidak kambuh lagi.
    1. Tujuan jangka pendek
ü  Terbinanya hubungan saling percaya.
ü  Pengetahuan klien dan keluarga mengenai perawatan klien dirumah meningkat.
ü  Pengetahuan klien dan keluarga mengenai lingkungan yang terapeutik bertambah.
    1. Kriteria evaluasi Dalam waktu satu minggu:
ü  Keluarga dan klien percaya dan mau berkenalan.
ü  Keluarga dan klien mengetahui penyebab dan tanda-tanda kambuh.
ü  Keluarga dan klien dapat menyebutkan cara perawatan klien di rumah.
ü  Keluarga dan klien dapat menyebutkan mengenai lingkungan yang terapeutik.
    1. Intervensi dan rasional
a)            Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.
            R: Agar terbina hubungan saling percaya.
b)            Beri penjelasan tentang penyebab dan tanda-tanda kambuh.
            R: Dapat menambah pengetahuan klien dan keluarga.
c)            Beri penjelasan kepada keluarga dan klien mengenai lingkungan terapeutik.
            R : Akan meningkatkan pengetahuan keluarga dan klien.
f)             Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurangnya minat.
1.      Tujuan jangka panjang.
ü   Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
2.      Tujuan jangka pendek
ü   Terbinanya hubungan saling percaya.
ü   Klien mengetahui dan mengerti manfaat makan bagi tubuh.
ü   Klien mengetahui akibatnya apabila tidak makan.
ü   Klien berminat untuk makan.

3.      Kriteria evaluasi Dalam satu minggu:
ü   Klien mau berkenalan
ü   Klien dapat menyebutkan pengertian makan, manfaat makan dan akibatnya apabila kekurangan makan.
ü   Porsi makan yang disediakan habis.
ü   Berat badan klien bertambah.
4.      Intervensi and rasional
a)            Lakukan pendekatan dengan klien dan bina hubungan saling percaya.
         R: Untuk menumbuhkan rasa percaya terhadap perawat sehingga Klien mampu mengungkapkan perasaannya.
b)            Beri penjelasan pada klien tentang pentingnya makan bagi tubuh.
         R: Dapat meningkatkan pengetahuan klien tentang pentingnya makan
c)            Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan aman.
         R: Akan merangsang minat klien untuk makan.
d)           Beri kesempatan pada klien untuk memilih makanan yang disukainya.
         R: Agar klien makan makanan tersebut.
e)            Timbang berat badan klien tiap satu minggu sekali.
         R: Untuk dapat mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.

g)            Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan penilaian yang salah mengenai dirinya.
1.      Tujuan jangka panjang
ü   Harga diri klien meningkat
2.      Tujuan jangka pendek
ü   Klien mampu mengungkapkan perasaannya pada perawat.
ü   Klien mau mengetahui penyebab penilaiannya yang salah pada dirinya.
ü   Pengetahuan klien meningkat mengenai konsep diri terutama tentang harga diri.
ü   Rasa percaya diri klien meningkat.
3.      Kriteria evaluasi Dalam satu minggu
ü   Klien mau mengenal perawat.
ü   Klien mau disapa dan menyapa.
ü   Klien mau bercerita pada perawat.
ü   Klien menyebutkan mengenai konsep diri.
4.      Intervensi dan rasional
a)            Lakukan pendekatan dengan klien dan bina saling percaya.
R: Akan menumbuhkan dan membina saling percaya.
b)            Bantu klien dalam mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan merasa salah pada dirinya.
R: karena dapat dicari alternatif pemecahan masalah.
c)            Beri penjelasan mengenai konsep diri klien, meliputi pengertian unsur-unsur konsep diri, pentingnya konsep diri.
R: Pengetahuan klien mengenai konsep diri meningkat.
d)           Beri dukungan atas keberhasilan yang telah dilakukan oleh klien.
R : Dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.

h)           Implementasi Dalam melaksanakan intervensi yang telah dibuat maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.            Menetapkan hubungan saling percaya.
2.            Berkomunikasi dengan pasien secara jelas dan terbuka.
3.            Kenal dan dukung kelebihan pasien.
4.            Membatasi orang yang berhubungan dengan pasien pada awal terapi.
5.            Melakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin.
6.            Membicarakan dengan pasien mengenai peristiwa yang menyebabkan pasien menarik diri.
7.            Menerangkan harapan dari tindakan secara bersama-sama dengan klien.
8.            Menganjurkan kepada keluarga untuk tetap melakukan hubungan dengan pasien.
9.            Melibatkan klien dalam aktivitas kelompok.
10.        Memperhatikan kebutuhan fisiologis klien.
11.        Membantu pasien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai melaksanakannya sendiri.
12.        Memberikan obat sesuai dengan program medik dengan prinsip lima benar.
13.        Memfasilitasi pasien untuk berperan serta dalam terapi kelompok.

6.                  Evaluasi
a.       Evaluasi SP I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar